Senin, 08 April 2013
SEJARAH HAK ASASI MANUSIA (HAM) DI INDONSIA
Deklarasi HAM
yang dicetuskan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948,
tidak berlebihan jika dikatakan sebagai puncak peradaban umat manusia setelah
dunia mengalami malapetaka akibat kekejaman dan keaiban yang dilakukan
negara-negara Fasis dan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.
Deklarasi HAM
sedunia itu mengandung makna ganda, baik ke luar (antar negara-negara) maupun
ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan di
negara-negaranya masing-masing. Makna ke luar adalah berupa komitmen untuk
saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar
negara-bangsa, agar terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam malapetaka
peperangan yang dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke
dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM seduania itu harus senantiasa
menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing negara dalam menilai
setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh pemerintahnya. Bagi
negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat. Dengan demikian
setiap pelanggaran atau penyimpangan dari Deklarasi HAM sedunia si suatu negara
anggota PBB bukan semata-mata menjadi masalah intern rakyat dari negara yang
bersangkutan, melainkan juga merupakan masalah bagi rakyat dan pemerintahan
negara-negara anggota PBB lainnya. Mereka absah mempersoalkan dan mengadukan
pemerintah pelanggar HAM di suatu negara ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui
lembaga-lembaga HAM internasional lainnya unuk mengutuk bahkan menjatuhkan sanksi
internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.Adapun
hakikat universalitas HAM yang sesungguhnya, bahwa ke-30 pasal yang termaktub
dalam Deklarasi HAM sedunia itu adalah standar nilai kemanusiaan yang berlaku
bagi siapapun, dari kelas sosial dan latar belakang primordial apa pun serta
bertempat tinggal di mana pun di muka bumi ini. Semua manusia adalah sama.
Semua kandungan nilai-nilainya berlaku untuk semua. Di Indonesia
HAM sebenarnya telah lama ada. Sebagai contoh, HAM di Sulawesi Selatan telah
dikenal sejak lama, kemudian ditulis dalam buku-buku adat (Lontarak). Antara
lain dinyatakan dalam buku Lontarak (Tomatindo di Lagana) bahwa apabila raja
berselisih faham dengan Dewan Adat, maka Raja harus mengalah. Tetapi apabila
para Dewam Adat sendiri berselisih, maka rakyatlah yang memustuskan. Jadi
asas-asas HAM yang telah disorot sekarang, semuanya sudah diterpkan oleh
Raja-Raja dahulu, namun hal ini kurang diperhatikan karena sebagian ahli hukum
Indonesia sendiri agaknya lebih suka mempelajari teori hukum Barat. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa HAM sudah lama lahir di Indonesia, namun dalam
perkembangannya tidak menonjol karena kurang dipublikasikan. Meskipun hak
asasi manusia adalah hak yang bersifat kodrati, yang melekat pada diri manusia
dari semenjak manusia dilahirkan, namun keberadaan hak asasi manusia ini
tidaklah semata-mata hadir dengan sendirinya. Kehadirannya terbentuk dari
rangkaian sejarah panjang. Hak asasi manusia yang kita pahami sekarang ini pun
perjalanannya masih belum lagi berakhir. Perkembangan dan dinamikanya masih
akan terus bergulir, terus berlanjut, terus bergerak seiring dengan
perkembangan dan dinamika zaman dan peradaban manusia itu sendiri. Adapun
sejarah perjuangan penegakkan HAM di Indonesia sendiri, secara sederhana dapat
dibagi menjadi empat periode waktu, yaitu zaman penjajahan (1908-1945), masa
pemerintahan Orde Lama (1945-1966), periode kekuasaan Orde Baru (1966-1988) dan
pemerintah reformasi (1988-sekarang). Fokus
perjuangan menegakkan HAM pada zaman penjajahan adalah untuk mewujudkan
kemerdekaan bangsa Indonesia agar bisa terbebas dari imperialisme dan
kolonialisme. Sedang pada masa Orde Lama, upaya untuk mewujudkan demokrasi
menjadi esensi yang diperjuangkan. Demikian juga pada masa Orde Baru yang memiliki
karakter kekuasaan yang otoriter. Pada periode ini, HAM malah kerap ditafsirkan
sesuai dengan kepentingan politik dan kekuasaan. Akibatnya, perjuangan
penegakan HAM selalu terbentur oleh dominannya kekuasaan. Sedangkan pada saat
ini, perjuangan menegakkan HAM mulai merambah ke wilayah yang lebih luas,
seperti perjuangan untuk memperoleh jaminan pendidikan, pelayanan kesehatan,
dan kesejahteraan sosial. Secara
legal-formal, Indonesia sendiri telah membuat langkah-langkah konkret dalam
upayanya untuk turut serta dalam pemajuan dan perlindungan HAM tersebut. Sampai
saat ini, Indonesia telah meratifikasi 6 konvensi internasional, dan pada tahun
2005 yang lalu telah meratifikasi Kovenan Hak Sipol dan Kovenan Hak Ekosob.
Selain itu, dengan telah diamandemennya Undang-Undang Dasar 1945, hak asasi
manusia pun kini sudah menjadi hak konstitusional. Sumber :
http://imadekariada.blogspot.com/2008/08/sejarah-hak-asasi-manusia.html http://www.komnasham.go.id/pendidikan-dan-penyuluhan/852-sejarah-
hak-asasi-manusia
BAB X
KEWARGA NEGARAAN
Pasal 26Orang-orang
bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, peranakan Tionghoa, dan
peranakan Arab yang bertempat kedudukan di Indonesia, mengakui Indonesia
sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada Negara, Republik Indonesia dapat
menjadi warga negara.
Pasal 27,
30, dan 31Telah jelas.Pasal-pasal
ini mengenai hak-hak warga negara.
Pasal 28,
29, dan 34Pasal ini
mengenai kedudukan penduduk.Pasal-pasal,
baik yang hanya mengenai warga negara maupun yang mengenai seluruh penduduk
membuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangunkan negara yang bersngerti
oraifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan
perikemanusian.
Deklarasi HAM
sedunia itu mengandung makna ganda, baik ke luar (antar negara-negara) maupun
ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan di
negara-negaranya masing-masing. Makna ke luar adalah berupa komitmen untuk
saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar
negara-bangsa, agar terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam malapetaka
peperangan yang dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke
dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM seduania itu harus senantiasa
menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing negara dalam menilai
setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh pemerintahnya. Bagi
negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat. Dengan demikian
setiap pelanggaran atau penyimpangan dari Deklarasi HAM sedunia si suatu negara
anggota PBB bukan semata-mata menjadi masalah intern rakyat dari negara yang
bersangkutan, melainkan juga merupakan masalah bagi rakyat dan pemerintahan
negara-negara anggota PBB lainnya. Mereka absah mempersoalkan dan mengadukan
pemerintah pelanggar HAM di suatu negara ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui
lembaga-lembaga HAM internasional lainnya unuk mengutuk bahkan menjatuhkan sanksi
internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.Adapun
hakikat universalitas HAM yang sesungguhnya, bahwa ke-30 pasal yang termaktub
dalam Deklarasi HAM sedunia itu adalah standar nilai kemanusiaan yang berlaku
bagi siapapun, dari kelas sosial dan latar belakang primordial apa pun serta
bertempat tinggal di mana pun di muka bumi ini. Semua manusia adalah sama.
Semua kandungan nilai-nilainya berlaku untuk semua. Di Indonesia
HAM sebenarnya telah lama ada. Sebagai contoh, HAM di Sulawesi Selatan telah
dikenal sejak lama, kemudian ditulis dalam buku-buku adat (Lontarak). Antara
lain dinyatakan dalam buku Lontarak (Tomatindo di Lagana) bahwa apabila raja
berselisih faham dengan Dewan Adat, maka Raja harus mengalah. Tetapi apabila
para Dewam Adat sendiri berselisih, maka rakyatlah yang memustuskan. Jadi
asas-asas HAM yang telah disorot sekarang, semuanya sudah diterpkan oleh
Raja-Raja dahulu, namun hal ini kurang diperhatikan karena sebagian ahli hukum
Indonesia sendiri agaknya lebih suka mempelajari teori hukum Barat. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa HAM sudah lama lahir di Indonesia, namun dalam
perkembangannya tidak menonjol karena kurang dipublikasikan. Meskipun hak
asasi manusia adalah hak yang bersifat kodrati, yang melekat pada diri manusia
dari semenjak manusia dilahirkan, namun keberadaan hak asasi manusia ini
tidaklah semata-mata hadir dengan sendirinya. Kehadirannya terbentuk dari
rangkaian sejarah panjang. Hak asasi manusia yang kita pahami sekarang ini pun
perjalanannya masih belum lagi berakhir. Perkembangan dan dinamikanya masih
akan terus bergulir, terus berlanjut, terus bergerak seiring dengan
perkembangan dan dinamika zaman dan peradaban manusia itu sendiri. Adapun
sejarah perjuangan penegakkan HAM di Indonesia sendiri, secara sederhana dapat
dibagi menjadi empat periode waktu, yaitu zaman penjajahan (1908-1945), masa
pemerintahan Orde Lama (1945-1966), periode kekuasaan Orde Baru (1966-1988) dan
pemerintah reformasi (1988-sekarang). Fokus
perjuangan menegakkan HAM pada zaman penjajahan adalah untuk mewujudkan
kemerdekaan bangsa Indonesia agar bisa terbebas dari imperialisme dan
kolonialisme. Sedang pada masa Orde Lama, upaya untuk mewujudkan demokrasi
menjadi esensi yang diperjuangkan. Demikian juga pada masa Orde Baru yang memiliki
karakter kekuasaan yang otoriter. Pada periode ini, HAM malah kerap ditafsirkan
sesuai dengan kepentingan politik dan kekuasaan. Akibatnya, perjuangan
penegakan HAM selalu terbentur oleh dominannya kekuasaan. Sedangkan pada saat
ini, perjuangan menegakkan HAM mulai merambah ke wilayah yang lebih luas,
seperti perjuangan untuk memperoleh jaminan pendidikan, pelayanan kesehatan,
dan kesejahteraan sosial. Secara
legal-formal, Indonesia sendiri telah membuat langkah-langkah konkret dalam
upayanya untuk turut serta dalam pemajuan dan perlindungan HAM tersebut. Sampai
saat ini, Indonesia telah meratifikasi 6 konvensi internasional, dan pada tahun
2005 yang lalu telah meratifikasi Kovenan Hak Sipol dan Kovenan Hak Ekosob.
Selain itu, dengan telah diamandemennya Undang-Undang Dasar 1945, hak asasi
manusia pun kini sudah menjadi hak konstitusional. Sumber :
http://imadekariada.blogspot.com/2008/08/sejarah-hak-asasi-manusia.html http://www.komnasham.go.id/pendidikan-dan-penyuluhan/852-sejarah-
hak-asasi-manusia
BAB X
KEWARGA NEGARAAN
Pasal 26Orang-orang
bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, peranakan Tionghoa, dan
peranakan Arab yang bertempat kedudukan di Indonesia, mengakui Indonesia
sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada Negara, Republik Indonesia dapat
menjadi warga negara.
Pasal 27,
30, dan 31Telah jelas.Pasal-pasal
ini mengenai hak-hak warga negara.
Pasal 28,
29, dan 34Pasal ini
mengenai kedudukan penduduk.Pasal-pasal,
baik yang hanya mengenai warga negara maupun yang mengenai seluruh penduduk
membuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangunkan negara yang bersngerti
oraifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan
perikemanusian.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar